Angin tak berhembus kali ini. Tepatnya, tak terasa. Di
mushola yang sedang disinggahi banyak siswa. Meski begitu, hawanya tetaplah
sejuk seperti biasa.
Jum’at yang sama seperti jum’at-jum’at yang lain. Ketika para
pelajar akhowat berkumpul di mushola sesuai kelompok mereka.
“Demikian yang bisa saya sampaikan,” ujar salah seorang
pelajar berseragam batik hijau dengan polosnya lalu menutup buku merah jambu di
tangannya. Sebut saja Ani.
“Hmm.. Ada yang mau bertanya?” seorang perempuan yang usianya
paling tua dan pakaiannya paling berbeda diantara mereka bertanya.
“Aku dong, mbak..” Rima segera berujar.
“aku tanya, kenapa..bla..bla..” Kinan langsung menyanggah.
“aku, aku!” Belum selesai Kinan dengan pertanyaannya, Erin
tak mau kalah.
Pertanyaan mengalir satu persatu. Selesai seorang bertanya,
seorang yang lain segera membuka mulutnya, bahkan belum selesai bicara
terpotong segera oleh kawan lainnya. Pertanyaan mereka berbeda-beda, tapi
intinya tetaplah sama. Perempuan berkerudung coklat itu tersenyum.
“Jadi intinya, ini lagi pada jatuh cinta?”
Peserta ‘lingkaran’ itu saling tersenyum mendengar “to the
point” kakak seniornya. Baru saja, mereka dengarkan sekilas pembuka sebuah
buku. Buku merah jambu, mudah ditebak apa isinya. Tak jauh-jauh dari fitroh
mereka saat ini. Fitroh sebagai seorang manusia, remaja, wanita.
“Kalo mbak Sasa ditanya gitu, mbak mendingan pilih jadi anak
kecil aja. Yang cuma tau permen sama balon. Dan gak kenal apa itu cinta,” jawab
sang kakak kepada adik-adiknya.
“Tapi jaman sekarang juga banyak anak kecil yang tau cinta,”
Gubrak.
“oke, jadi intinya.. gimana caranya biar cinta itu gak
ngeganggu kalian, kan?”
Mereka mengangguk.
“Jadi begini, adik-adikku..” sejenak kakak senior itu
terdiam hendak berpikir. Ingin ia katakan, ‘cinta itu fitroh, semua orang bisa
merasakannya. Caranya biar gak ngeganggu ya dekatkan diri sama Alloh’, tapi
lidahnya kelu. Ia tertawa miris karena ia sendiri masih berpikir keras untuk
bisa mengaplikasikannya pada dirinya sendiri.
“Alihkan cintamu pada Alloh!” Ani berujar mantap.
“Mbak, lha kalo blablabla..gimana?” Mila yang tadinya
diampun bertanya, belum puas rasanya dengan jawaban Ani.
Ah, remaja putri. Sensitif sekali kalo masalah begini.
“Saya boleh cerita?” Sasa menawarkan dongeng lamanya.
“Boleh mbak. Ayo-ayo cerita!”
“Kurang lebih begini.. Pernah denger kisah cintanya Ali sama
Fatimah?” semua menggeleng.
“Oke. Tau kan siapa Ali? Sahabat rasulullah yang udah
pasti sholih. Di masa mudanya, ya kayak kita-kita ini, Alipun pernah jatuh
cinta. Ya, semua orang pernah jatuh cinta, sekalipun Ali. Kecuali bagi mereka
yang tidak.”
“Ia mencintai Fatimah, putri rasulullah yang sama
sholihahnya. Tapi Ali gak langsung nembak Fatimah gitu aja. Gak kayak anak-anak
jaman sekarang. Ali lebih hebat lagi. Ia sembunyikan perasaannya sampai
waktunya tiba. Ia isi masa mudanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Ia menjadi
bagian dari tegaknya islam di bumi ini. Kalo jaman kita sekarang mungkin
aktivis-aktivis muda, ROHIS kayak kalian deh minimal, atau remaja masjid, dan
mujahid-mujahid muda lainnya.”
“Sampai kemudian, tibalaah saatnya ia akan menikah. Dengan
siapa? Ingin ia melamar Fatimah. Tapi sayang, Fatimah udah keduluan dilamar
sama Abu Bakar, yang menurutnya lebih hebat dari dia.”
“Ali sempet putus asa. Tapi dia tetep kalem. Sampe akhirnya
dia denger berita kalo..”
“Apaaa?!” Kinan lagi.
“Hish, belom selese!” Ani menatapnya garang.
Sasa menarik napas.
“Kalo ternyata lamaran Abu Bakar ditolak. Tapi nggak berenti
sampe situ. Pas Ali mau ngelamar lagi, eh keduluan lagi sama Umar bin Khattab.”
“Lalu?”
“Ali masih kalem. Dan ternyata, lamaran Umar Al Faruq juga
ditolak.”
“Al Faruq? Siapa lagi tuh.”
“behh, itu julukannya Umar bin Khatab! Lanjut mbak.”
“nah, akhirnya, Ali memantapkan diri untuk meminang putri
Rasulullah itu. Dan akhirnya..”
“Yeeey!!” Erin kegirangan. Padahal belom nyampe ending.
“Beloooooom!” serempak anak-anak putri menegurnya.
“Fatimahpun menerima lamaran Ali. Trus nikah deh.”
“Pas mereka udah nikah, dan ngobrol berdua. Fatimah ngomong
ke Ali, kurang lebih, ‘dulu, aku pernah mencintai seseorang’, yang bikin Ali
rada panik dengernya. Kemudian Alipun bertanya, ‘siapa orangnya?’ yang kemudian
dijawab oleh Fatimah. ‘Orang yang pernah kucintai itu..kamu’.”
Mushola hening sejenak.
“Waaw..”
“Subhanalloh..”
“Aaak, pengeeen..”
“Mbaaak aku pengen!”
Byuh byuh byuh.
“Sederhana. Tapi, itu cinta yang selama ini kita damba.”
Sasa menatap jauh tirai mushola di seberang sana. Menyelami dasar hatinya yang
paling dalam untuk kembali memantapkan perasaannya. Eaah.
“Perempuan yang baik untuk lelaki yang baik. Perempuan bekas
juga buat lelaki bekas. Kalo kata seseorang yang sudah menikah, jodoh kita itu
cerminan diri. Kalo kita bisa menjaga diri dengan baik, gak pacaran, gak
aneh-aneh, kurang lebih suami kita nanti kayak gitu.”
“Untuk hari ini, mungkin umur kita masih rada jauh.
Tapi harusnya sejak hari ini juga, kita belajar untuk bisa dapetin calon imam
yang baik.”
"Kalo hati masih rada sepi, inget aja mati. inget saat tiba-tiba leher kita tercekik dan malaikat maut di depan sana, sedangkan di hati kita, cinta buat Alloh ga ada. Padahal kita bakalannya balik ke Dia."
"Ga usah terlalu melow dengerin musik. Itu sumber galau yang ga ada jadi ada. trus kebayang-bayang sama si dia. ga usah keseringan nonton sinetron, apalagi FTV. lama-lama kalian bakalan pengen kayak gitu juga. Ohya, satu lagi. baca qur'an kalian se-artinya. itu isinya surat cinta..dari Alloh buat kita."
**
Seminggu kemudian.
"Mbaak!"
"Mbaak maaf ya kita telat. Ada job dadakan tadi di kelas."
"Iya mbak. tiba-tiba kita jadi biro konsultasi semenjak mentoring kemaren! Aku bilang aja sekarang nggak usah pacaran dulu, pacarannya ntar langsung nikah! Bla..bla..bla."
"Iya mbak. tiba-tiba kita jadi biro konsultasi semenjak mentoring kemaren! Aku bilang aja sekarang nggak usah pacaran dulu, pacarannya ntar langsung nikah! Bla..bla..bla."
Semoga mereka bisa istiqomah. aamiin
-Dikutip dari kisah nyata. dengan sedikit perubahan.