Pages

Sabtu, 22 Februari 2014

Dialog Malam: Ujian, Perbedaan dan Calon Imam

Yap, semalam saya diskusi panjang lebar dengan seorang teman akhwat yang cukup rupawan. Karena dia sendirian di kosan, saya yang anak rumahan inipun diminta untuk menemaninya bermalam barang sebentar. Lama nggak ketemu juga, pertemuan kami semalam diawali dengan ngobrol dan diskusi panjang lebar selama hampir 4 jam-alhasil paginya harus molor karena ngantuk betss. Ada banyak ilmu yang saya dapatkan dari obrolan itu.

Hmm. Respect buat temen saya yang satu ini. Dia berani mengambil satu langkah kecil yang cukup berat-menurut banyak orang. Berani ngambil resiko segede apapun demi agamanya, ketika diluar sana orang-orang termasuk saya bahkan enggan untuk mengambilnya. Ghirohnya yang bikin saya kagum, beuh saya mah ngga ada apa-apanya :((

Perlahan diri ini mulai berkaca. Ujian yang selama ini saya dapet, blas ga ada apa-apanya. Mulut yang selama ini mengeluh, jauuh dari mulut-mulut yang basah dengan menyebut-Nya, meski ujian sering datang menyapa.
Dia selalu inget pesen ayahnya, yang kira-kira begini, “apapun yang mereka katakan tentang kamu, udah biarin aja. Toh mereka ngga bisa nyelametin kamu dari api neraka,”

Diskusipun berlanjut.. dan kali ini ngomongin soal perbedaan. Iya, perbedaan yang udah lama saya galauin. Ketergersangan hati akan seorang kawan yang bisa menjelaskan semua perbedaan ini akhirnya terjawab perlahan.

Lalu, tentang, “seperti apa imam yang diinginkan nanti?” memang, melihat umur kami yang sekarang, masih belum cukup ilmu rasanya. Tapi kami memang perlu belajar sejak sekarang, mengingat suatu hari nanti kami akan menjadi madrasah bagi mujahid-mujahidah kecil kami –insyaAlloh- dan ngga ada salahnya untuk belajar mulai dari sekarang. Dan salah satunya, belajar mengenal imam itu sendiri, heuheu.

Aku terlahir dari ‘sini’, maka wajar jika sudut pandang, cara berpikir dan kebiasaanku masih seperti ini. maka ketika aku melihat keluar, dan aku menemukan keterasingan, itu karena aku belum berkenalan dengan seorang teman. Dan sampai hari ini, hari-harikupun masih diwarnai oleh mereka, teman-teman lama, yang dulupun berjasa menjadi perantaraku dengan cahaya-Nya.

Dan di akhir obrolan kami, dia sempat bertanya, “Ukhty, adakah pernah dalam hatimu terbesit untuk bercadar?”


“Ya Alloh, tunjukkanlah kepada kami yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar