Yap, semalam saya diskusi panjang lebar dengan seorang teman
akhwat yang cukup rupawan. Karena dia sendirian di kosan, saya yang anak
rumahan inipun diminta untuk menemaninya bermalam barang sebentar. Lama nggak
ketemu juga, pertemuan kami semalam diawali dengan ngobrol dan diskusi panjang
lebar selama hampir 4 jam-alhasil paginya harus molor karena ngantuk betss. Ada
banyak ilmu yang saya dapatkan dari obrolan itu.
Hmm. Respect buat temen saya yang satu ini. Dia berani
mengambil satu langkah kecil yang cukup berat-menurut banyak orang. Berani ngambil
resiko segede apapun demi agamanya, ketika diluar sana orang-orang termasuk
saya bahkan enggan untuk mengambilnya. Ghirohnya yang bikin saya kagum, beuh
saya mah ngga ada apa-apanya :((
Perlahan diri ini mulai berkaca. Ujian yang selama ini saya
dapet, blas ga ada apa-apanya. Mulut yang selama ini mengeluh, jauuh dari mulut-mulut
yang basah dengan menyebut-Nya, meski ujian sering datang menyapa.
Dia selalu inget pesen ayahnya, yang kira-kira begini, “apapun
yang mereka katakan tentang kamu, udah biarin aja. Toh mereka ngga bisa
nyelametin kamu dari api neraka,”
Diskusipun berlanjut.. dan kali ini ngomongin soal
perbedaan. Iya, perbedaan yang udah lama saya galauin. Ketergersangan hati akan
seorang kawan yang bisa menjelaskan semua perbedaan ini akhirnya terjawab
perlahan.
Lalu, tentang, “seperti apa imam yang diinginkan nanti?”
memang, melihat umur kami yang sekarang, masih belum cukup ilmu rasanya. Tapi kami
memang perlu belajar sejak sekarang, mengingat suatu hari nanti kami akan
menjadi madrasah bagi mujahid-mujahidah kecil kami –insyaAlloh- dan ngga ada
salahnya untuk belajar mulai dari sekarang. Dan salah satunya, belajar mengenal
imam itu sendiri, heuheu.
Aku terlahir dari ‘sini’, maka wajar jika sudut pandang,
cara berpikir dan kebiasaanku masih seperti ini. maka ketika aku melihat
keluar, dan aku menemukan keterasingan, itu karena aku belum berkenalan dengan
seorang teman. Dan sampai hari ini, hari-harikupun masih diwarnai oleh mereka,
teman-teman lama, yang dulupun berjasa menjadi perantaraku dengan cahaya-Nya.
Dan di akhir obrolan kami, dia sempat bertanya, “Ukhty,
adakah pernah dalam hatimu terbesit untuk bercadar?”
“Ya Alloh, tunjukkanlah kepada kami yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar